Jumat, 17 Desember 2010

Hakikat Hidup


Rasulullah Saw bersabda: "kun fidunya kaannakum ghoribun au ahlu sabil"
Hiduplah di dunia ini seakan-akan kamu ini orang asing atau orang yang merantau dalam perjalanan(HR. Bukhari).

Dari hadits diatas Rasulullah saw mengingatkan kepada kita agar hidup didunia seolah-olah kita ini sebagai orang asing dan sedang merantau. Hikmah apa yang dapat kita petik sebagai seorang asing dan perantau?

Orang yang merasa sebagai orang asing dan sedang merantau pastilah:

1. Selalu teringat dengan kampung halamannya. Dia selalu rindu dengan kampung halaman, ingin agar segera bertemu sanak keluarga dan saudara dikampung halamannya itu.

2. Ingin berhasil mengumpulkan bekal untuk pulang ke kampung halamannya. Sebagaimana para TKI (tenaga kerja indonesia) di luar negeri. Bekerja siang malam membanting tulang agar setelah pulang kampung membawa bekal yang banyak dan menjadi orang yang sukses.

3. Tidak lalai dengan tugas utama mengemban misi kerja untuk mendapatkan hasil yang besar bagi sukses kampung halaman. Bahkan mereka tidak terfikir untuk memiliki kemewahan hidup diperantauan. Para perantau biasa dengan kesederhanaan karena dia tahu dia akan segera dipanggail pulang kekampung halamannya.

Bila orang tidak sadar bahwa dia orang asing yang dalam perantauan maka sama seperti orang yang lupa bahwa dia memiliki paspor yang ternyata akan segera habis yang kemudian akan diusir dari negeri itu dan dikembalikan kekampung halamannya. Pada saat dikembalikan kekampung halamannya ia menyesal karena tidak menyiapkan bekal untuk kampung halamannya. Ia terluntah-luntah tidak punya rumah, tidak punya kerabat, tidak punya bekal apapun. Ia akan tersiksa.

Sementara orang yang sadar bahwa ia dalam perantauan dan menyiapkan diri untuk kampung halamannya maka dia akan senang karena dia telah menyiapkan rumah dikampung halamannya yang dia kirimkan saat diperantauan untuk dibangunkan rumah. Dia memiliki keluarga yang sehat dan bahagia karena dia selalu mengirimkan bekal untuk keluarganya dikampung halaman. Sementara orang yang lupa tidak mengirimkan bekal pada keluarganya sehingga keluarganya pun punah.

Kampung halaman kita yang hakiki adalah akhirat. Dunia ini adalah tempat perantauan. Paspor kita didunia ini cepat atau lambat akan dicabut oleh Allah, kapan saja Allah mau. Maka bila kita lupa masa itu akan datang tentulah sama dengan orang-orang yang lupa pada Allah.

Allah SWT berfirman:

"..dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik" (AL Hasyr 19).

Orang yang lupa pada Allah sesungguhnya mereka lupa pada diri mereka sendiri yang akibatnya mereka tidak tahu arah hidup ini. Padahal mereka akan dikumpulkan dipadang mashar selama satu hari yang setara dengan 50 ribu tahun hidup didunia. Artinya bila dibandingkan dengan akhirat, hidup didunia ini hanya sebentar saja tidak lebih dari 3 menit.

Kerugianlah bagi siapa saja yang menukar kenikmatan akhirat dengan kenikmatan dunia yang hanya sebentar itu.

Allah SWT mengingatkan agar menyiapkan bekal untuk menghadapai hari setelah kematian dengan menyuruh manusia bertakwa.

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Hasyr ayat 18).

Ayat diatas mengingatkan agar manusia mempersiapkan diri untuk hari akhirat. Sebelum manusia masuk kedalam surga atau neraka terlebih dahulu dikumpulkan dipadang masyhar. Jutaan orang berkumpul pada lapangan yang sama matahari diatas kepala mereka, mereka tertunduk dalam keadaan telanjang, malu, tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain, sama. Mereka dikumpulkan seperti lapangan terigu yang putih. Setelah itu mereka akan digiring ke neraka dan ke syurga sesuai dengan amal ibadah manusia.

Maka Allah memerintahkan untuk bertakwa agar selamat sesuai dengan ayat diatas. Bertakwa berarti melaksanakan seluruh kewajiban (fardlu ain: shalat, zakat, puasa, haji, dakwah, dll; Fardhu kifayah: menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mengurus jenazah, mengelola Negara dengan cara Islam, dll ). Menjauhi seluruh yang dilarang Allah (diharamkan), memperbanyak mengerjakan yang sunnah (seluruh amal sunnah). Bila kita telah melaksanakan semua itu maka insya Allah akan selamat dunia dan akhirat.

Allah berfirman dalam surat At Tahrim ayat 6:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." ( QS AT Tahrim : 6)

Wallahu'alam
Budianto Haris

Rabu, 01 Desember 2010

Rezeki Dari Allah


Anggapan masyarakat tentang rezeki

Banyak anggapan bahwa rezeki itu karena pendidikan tinggi, sehingga banyak orang menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi dengan maksud agar menjadi kaya. Namun ternyata banyak orang yang berpendidikan tinggi tidak lebih kaya dari orang yang berpendidikan biasa. Sebagian orang menganggap rezeki itu karena faktor usia, semakin dewasa seseorang akan semakin baik rezekinya. Namun ternyata banyak orang yang usianya lebih tua rezekinya tidak sebaik anak muda.

Ada orang berkeyakinan bahwa dengan tingginya jabatan dalam suatu instansi maka rezekinya akan semakin banyak. Namun faktanya banyak staf yang tanpa jabatan rezekinya lebih lebih banyak dari sang bos. Beberapa orang percaya bahwa menjadi pegawai negeri sipil rezekinya lebih terjamin dari pada menjadi pedagang. Tapi rupanya banyak pedagang yang memiliki tabungan masa depan yang lebih dari cukup untuk jaminan hari tuanya. Atau sebaliknya.

Ada juga orang yang berpendapat bahwa menjadi pengusaha akan lebih kaya dari menjadi karyawan. Hal ini ternyata terbantah dari kenyataan banyak karyawan yang jauh lebih kaya dari pengusaha. Ada pula yang yakin bahwa menjadi karyawan lebih baik rezekinya dari pada menjadi petani. Sekali lagi keyakinan ini gugur karena rupanya banyak petani yang kaya raya melebihi karyawan sebuah perusahaan multi nasional.

Ada pula orang yang memahami bahwa dengan tidak bekerja dia tidak mendapatkan rezeki. Namun faktanya banyak orang yang tidak bekerja dan masih sekolah ternyata mendapat rezeki bahkan jumlahnya lebih banyak dari orang yang bekerja. Beberapa orang menyimpulkan bahwa orang yang lebih giat bekerja rezekinya lebih banyak dari yang kurang rajin. Ternyata si pemalas rezekinya lebih banyak.

Kita juga dapat melihat kenyataan para pedagang yang menggelar dagangannya pada tempat yang sama-sama strategis, dengan barang dagangan yang sama baik bentuk, kuantitas maupun kualitasnya, pelayanannya sama-sama baik namun ternyata berbeda pendapatannya. Yang satu selalu ramai namun yang lain lebih sepi.
Ternyata semua anggapan diatas terbantah dari kenyatan yang ada. Lantas bagaimana sebenarnya?

Fakta Rezeki

Rezeki adalah hak Allah. Rezeki tidak dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, tinggi rendahnya pendidikan, usia, tinggi rendahnya jabatan, profesi yang ditekuni (PNS, karyawan swasta, pedagang, petani, pengusaha) penganggur, besarnya usaha yang dilakukan, lokasi usaha dll. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Al Imran 37)

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa Allahlah yang memberikan rezeki kepada siapa saja yang dia kehendaki apapun profesinya, dimanapun tempatnya, tua, muda, pegawai, pengusaha, pedagang, petani, dll. Allah tidak akan menghisap besar kecilnya rezeki yang didapat oleh manusia.
Banyak ayat-ayat yang serupa dengan itu diantaranya:

Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezki, kemudian mematikanmu, lalu menghidupkanmu (Ar Rum 40)

Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Al Ankabut 60)

Kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. (At Thaha 132)

Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka (Al An’am 151)

dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. (Al Isra’ 31)

benar-benar Allah akan memberi rezki yang baik kepada mereka dan sesungguhnya Allah sebaik-baik pemberi rezki. (Al Hajj 58)

dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya (Huud 6)

Maka mintalah rezki itu di sisi Allah (Al Ankabut 17)

Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. (Ar Ra’ad 26)

Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Ad Dzariat 58)

Ayat-ayat diatas dan sejumlah yang lain merupakan dalil-dalil yang qoth’i maknanya tidak ada penafsiran dan pengertian lain bahwa rezeki itu adalah milik Allah dan Dialah satu-satu yang Maha Kuasa memberikannya kepada siapa saja yang dia kehendaki.

Allah telah menetapkan rezeki bagi setiap orang sejak 4 bulan berada dalam rahim ibunya seperti sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra
’Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu: menentukan rezekinya, ajalnya, amalnya serta apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia’.

Dengan demikian maka seorang hamba telah ditentukan rezekinya oleh Allah SWT yang jumlahnya pun telah pasti. Rezeki akan datang bila Allah mendatangkan pada kita. Lantas apa hubungannya dengan usaha bekerja?

Dari paparan diatas ternyata usaha bekerja tidaklah menjadi sebab datangnya rezeki karena banyak orang yang telah bekerja keras namun tidak mendapatkan rezeki. Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia untuk berikhtiar agar menghantarkan pada keaadaan (al hal) perolehan rezeki, namun Allahlah yang meberikan rezeki tersebut. Usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh rezeki adalah kewajiban yang harus dilakukannya yang telah diperintahkan Allah. Bila dia tidak mau berusaha maka Allah akan menghisabnya. Allah berfirman:

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (Al Mulk 15)

Rasulullah SAW bersabda: ’Tidak akan memberatkan bagi siapa saja yang bekerja keras’
Diriwayatkan dari Miqdam ”Tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang daripada makanan yang dihasilkan oleh kerja kerasnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Dawud as makan dari hasil kerjanya sendiri” (Hadits riwayat bukhari no 2072)

Sebagai seorang muslim, maka wajib baginya untuk bekerja karena Allah telah memerintahkan. Sehingga motivasi seorang mukmin dalam bekerja adalah ibadah karena Allah saja dengan keyakinan Allah akan memberi rezeki kepadanya. Allah telah menjamin reazeki tiap-tiap orang.

Sehingga tidak diperbolehkan bagi kita merasa bahwa rezeki yang Allah limpahkan kepada kita karena hasil usaha kita, seolah-olah tidak ada peran Allah dalam perolehannya. Lihatlah bagaimana kesombongan Qorun yang merasa bahwa harta yang dia peroleh berkat kepandaiannya, kemudian Allah tenggelamkan ia bersama hartanya.
Selanjutnya apa perbedaan pemilikan, rezeki dengan keadaan yang dapat mendatangkan rezeki?

Pemilikan adalah penguasaan sesuatu dengan berbagai cara yang diperbolehkan dalam Islam. Artinya harta yang diperoleh bukan dengan jalan yang benar seperti merampok, korupsi, menipu bukanlah pemilikan yang sah. Harta tersebut bukan milik orang yang melakukannya, status harta tersebut tetap milik orang yang dizhalimi tadi, maka negara memiliki kewajiban untuk menghukum orang yang berbuat curang tersebut dan mengembalikan hartanya kepada yang berhak.

Rezeki adalah sesuatu yang sampai kepada mereka baik diperoleh dengan cara halal maupun haram. Bila ia peroleh dengan cara halal maka disebut rezeki halal, bila dengan cara haram disebut rezeki haram. Keduanya tetap rezeki.
Keadaan yang mampu mendatangkan rezeki adalah suatu kondisi yang bisa mendatangkan rezeki, misalnya orang berjualan, orang bekerja, orang bertani dll. Namun datangnya rezeki tidak dapat dipastikan dari hal itu.

Penutup

Bila kita dalam kondisi yang kesulitan dalam perolehan rezeki walaupun telah mengusahakan berbagai hal untuk memperolehnya maka bersabarlah sesungguhnya Allah sangat sayang kepada kita. Percayalah dengan kondisi kesulitan yang kita hadapi itu Allah akan memberikan imbalan pahala yang besar bagi kita yang bersabar. Tetaplah berusaha, berdoa dan bersilaturahim karena dengan bersilaturrahim Allah akan melapangkan bagi kita rezeki. Sesuai dengan Sabda Rasulullah dari Anas bin Malik ra: Saya mendengarkan Rasulullah SAW bersabda ”Siapa yang ingin rezekinya dilapangkan dan umurnya dipanjangkan, hendaklah ia bersilaturrahim” (Hadits riwayat Bukhari no. 2067).

Bagi mereka yang belum bekerja dan terus berusaha mencari kerja namun belum mendapatkan pekerjaan yang diinginkan maka tetaplah dalam keimanan dan kesabaran. Mungkin Allah punya rencana lain bagi kita yang lebih baik dari yang kita harapkan. Yakinlah walaupun belum bekerja, Allah tetap akan mendatangkan rezekinya dari jalan yang lain. Tetaplah kita berdoa agar penguasa diberikan hidayah oleh Allah untuk membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, karena memberikan pekerjaan kepada rakyat adalah kewajiban penguasa. Bila masih banyak orang yang tidak bekerja karena tidak ada lapangan kerja maka Allah akan menghisab para penguasa karena tidak menjalankan amanah Allah sehingga menghambat dan memotong jalannya rezeki rakyat.

Untuk mereka yang dianugerahkan rezeki yang mudah dan berlebih maka bersyukurlah. Sungguh Allah sangat luas rezekinya. Ingatlah bahwa didalam rezeki yang Allah berikan ada rezeki orang miskin yang harus dikeluarkan. Tanda syukur kita kepada Allah adalah dengan mengeluarkan hak orang miskin dari rezeki tersebut.

Bagi para pemegang kekuasaan maka berhati-hatilah dengan banyaknya orang miskin karena Allah akan menghisab disebabkan karena kesulitan hidup rakyatnya. Kesulitan hidup rakyat disebabkan oleh kebanyakan harta hanya beredar ditangan sedikit orang akibat diterapkannya sistem kapitalis. Maka lebih baik menghisab diri kita sebelum dihisab Allah yaitu dengan kembali pada ajarannya dalam mengelola Negara.

Wallahu ’alam
Budianto Haris

Sabtu, 27 November 2010

TANTANGAN BEKERJA DI ERA KAPITALISME BAGI SEORANG PENGEMBAN DAKWAH


I. Pendahuluan

Bagi seorang muslim diwajibkan untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Allah berfirman:

”Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS Al Mulk : 15)

Rasulullah SAW bersabda: ’Tidak akan memberatkan bagi siapa saja yang bekerja keras’
Diriwayatkan dari Miqdam ”Tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang daripada makanan yang dihasilkan oleh kerja kerasnya sendiri. Sesungguhnya Nabi Dawud as makan dari hasil kerjanya sendiri” (Hadits riwayat bukhari no 2072)

Dalam surat Al Baqarah 233 Allah berfirman:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya” (QS Al Baqarah : 233)

Imam Ibnu al-'Arabiy menyatakan, "Ayat ini merupakan dalil wajibnya seorang ayah menafkahi anak-anaknya. Sebab, mereka masih belum mampu dan lemah." (Imam Ibnu al-'Arabiy, Ahkaam al-Quran, juz I/hal. 274) Dalam Kitab Shafwaat al-Tafaasiir, Ali al-Shabuniy menyatakan, "Makna ayat ini adalah, seorang ayah wajib memberikan nafkah dan pakaian kepada isterinya yang telah dicerai jika ia menyusui anak-anaknya." (Ali al-Shabuniy, Shafwaat al-Tafaasir, juz 1, hal. 150).

Untuk menafkahi keluarga banyak cara yang dapat dilakukan salah satunya dengan bekerja. Bekerja dapat dilakukan dengan bekerja mandiri seperti mengelola kebun/sawah, berdagang punya sendiri atau bekerja pada pihak lain. Semua dapat dilakukan berdasarkan kemampuan, kemauan, kesenangan yang dia kehendaki. Bagi seorang muslim penting untuk memilih pekerjaan agar hasilnya halal dan jalan yang ditempuh tidak bertentangan dengan syariah.

Pada makalah ini, penulis akan mengulas tentang ‘tantangan bekerja di era kapitalisme bagi pengemban dakwah’ berdasarkan pengalaman beberapa tahun bekerja diberbagai tempat.

II. Realitas Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme telah menciptakan ketidakseimbangan kepemilikan, kesenjangan ekonomi dan sosial, ketidakmerataan kesempatan, budaya yang hedonis dan konsumeris, individualis, dll. Hal ini akibat dari liberalisasi disegala sektor kehidupan.

Pangkal dari petaka itu adalah sekulerisme yaitu pemisahan antara kehidupan dan agama – kehidupan yang tidak diatur oleh petunjuk Allah – sehingga kehidupan diatur oleh para pemikir berdasarkan teori-teorinya yang diadopsi melalui suara terbanyak dan diterapkan oleh para penguasa yang dipilih berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi.

Praktek sistem demokrasi telah menghantarkan para penguasa untuk berkuasa dengan dukungan kekayaan. Kekayaan inilah yang bisa membeli kursi kekuasaan. Untuk berkuasa diperlukan modal yang banyak guna membangun image positif, menarik hati masyarakat sebagai orang ‘dermawan’, ‘pro rakyat’, dll. Faktanya penguasa adalah juga pengusaha atau yang didukung oleh para pengusaha.

Prinsip-prinsip ekonomi Liberal yang menyebabkan kondisi seperti saat ini diantaranya adalah:
1.Pandangan tentang persoalan ekonomi mikro terletak pada masalah produksi (meningkatkan jumlah produksi)

2. Pandangan pada makro ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi (buble economic)

3. Subsidi adalah racun bagi rakyat (privatisasi)

4. Kepemilikan ada ditangan individu – Setiap orang boleh memiliki apa saja – (konglomerasi)

5. Harus ada liberalisasi perdagangan dalam bentuk pasar bebas (monopoli)

6. Mata uang dapat diperjualbelikan (ribawi)

Akibat dari semua itu maka terciptalah kondisi real saat ini yakni dunia dicengkeram oleh para konglomerat yang menguasai hajat hidup orang banyak. Para konglomerat besar menguasai kekayaan alam dan menciptakan gurita bisnis dari sektor hulu ke hilir. Negara dikuasai oleh para konglomerat, sehingga kebijakan yang dikeluarkan oleh Negara menuruti kehendak para konglomerat. Kesenjangan hidup antara orang kaya dan orang miskin semakin besar. 20 % orang menguasai 80% kekayaan dunia. Artinya 80% orang di dunia memperebutkan 20% kekayaan yang ada. Orang miskin jumlahnya akan semakin banyak karena tidak mampu mengangkat dirinya akibat tidak memiliki bekal untuk bangkit.

Di Indonesia saja menurut Word Bank terdapat 110 juta orang miskin (penghasilan dibawah US$2 / hari), 45 juta orang menganggur (4 juta orang sarjana). Dengan terbatasnya lapangan kerja dan kesempatan bekerja menyebabkan persaingan yang tidak sehat.

Bila ditelaah maka lapangan pekerjaan yang ada terdiri dari sektor swasta murni (PMA dan PMDN), BUMN, sektor pemerintah, usaha mandiri (usaha kecil).
Perusahaan swasta murni (PMA dan PMDN) biasanya perusahaan-perusahaan skala menengah hingga perusahaan multinasional yang bergerak dalam berbagai bidang bisnis seperti: Industri Manufacture, Pertambangan, Jasa (keuangan, kurir, konsultan, kesehatan, pendidikan, dll), Transportasi, Telekomunikasi, hiburan / entertainment, media, trading, dll.

BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah badan usaha yang dimiliki oleh Negara. Idealnya perusahaan ini 100% saham dan pengelolaannya oleh Negara. Namun pada prakteknya terus dipreteli hingga seluruhnya akan diprivatisasi menjadi milik publik bahkan menjadi milik pribadi oleh para konglomerat.

Lapangan kerja sektor pemerintahan adalah pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah untuk mengurusi kepentingan masyarakat sesuai fungsi Negara menurut definisi sistem Demokrasi Kapitalis bahwa Negara adalah sebagai penjaga malam. Ibarat orang ronda yang menjaga keamanan pada malam hari tentulah yang dijaga adalah rumah orang yang berharta, karena pencuri lebih sering mencuri rumah orang kaya. Demikian pula yang dilakukan Negara yaitu menjaga kepentingan para pemilik modal. Lapangan pekerjaan sektor pemerintahan ini meliputi berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan negara diantaranya: pemerintahan daerah, pemerintahan pusat, departemen-departemen, kementrian, dinas-dinas terkait, badan-badan, dll.

Semua ini tumbuh dan berkembang seiring dengan arah yang dikendalikan oleh ideologi negara yang diterapkan saat ini. Perasaan umat akan selaras dengan perasaan ideologi itu, demikian juga pemikiran umat akan selaras dengan pemikiran ideologi tersebut. Bertambah lama sistim ini tumbuh maka akan semakin semraut sehingga jumlah orang stres bertambah, angka bunuh diri meningkat, kriminalitas tinggi dan orang tidak sekolah semakin banyak.

Tentu diperlukan perbaikan kearah yang benar dengan membuang sekulerisme dari nadi dan darah umat, mencabut kapitalisme yang telah menancap dalam otaknya. Semua ini akan dapat tercapai dengan berkiprahnya para kader dakwah untuk merubah seluruh tatanan kehidupan dengan menggantinya dengan sistem Islam yang kaaffah. Untuk itu diperlukan Pengemban Dakwah yang tangguh.

Namun perlu dicatat bahwa pengemban Dakwah juga wajib menafkahi keluarga dengan nafkah yang halal dan dihasilkan dengan cara yang halal juga. Pengemban dakwah perlu juga untuk bekerja mencari nafkah. Lantas bagaimana menghadapi realitas kehidupan yang tidak islami yang dihadapi setiap saat dan telah merasuk keseluruh sendi pekerjaan? Bagaimana pula agar waktu yang ada tidak habis hanya untuk bekerja, karena ada kewajiban lain yaitu berdakwah? Inilah tantangannya.

III. Tantangan Bekerja di Era Kapitalisme Bagi Pengemban Dakwah

Dunia kerja saat ini tidak bisa lepas dari ideologi yang mengatur kehidupan yaitu kapitalisme. Dimanapun kita berkiprah akan terkontaminasi oleh sistem hidup ini baik langsung maupun tidak langsung. Marilah kita telaah kondisi pekerjaan dibeberapa bidang kerja yang akan dihadapi oleh para Pengemban Dakwah:

1.Bekerja di sektor pemerintahan (baik sipil maupun militer)

Bagi para pengemban dakwah bekerja menjadi pegawai pemerintah akan menghadapi beberapa hal yaitu:

a. Waktu bekerja

Bagi sebagian level jabatan dan bidang pekerjaan tertentu dari sisi waktu bekerja akan lebih fleksibel artinya banyak celah waktu yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan dakwah. Namun biasanya untuk tipe ini jabatannya bukan jabatan penentu. Kebanyakan hanya staf biasa. Bagi pengemban dakwah yang memerlukan intensitas Dakwah sebagai poros hidup sulit memiliki jabatan tertentu karena waktu untuk bekerja akan lebih banyak dari pada untuk kepentingan dakwah.

b. Jabatan

Semakin tinggi jabatan maka akan semakin banyak kemungkinan maksiat yang terjadi. Dunia pemerintahan tidak lepas dari: mark up, laporan fiktif, ikhtilat, berbohong, menyembunyikan kebenaran, KKN, menjilat, mencari muka, bermuka dua, dll. Sulit untuk dapat bertahan lama dalam jabatan tertentu tanpa melakukan hal-hal tersebut. Bilapun dapat dilakukan maka diperlukan pengorbanan perasaan yang luar biasa. Bisakah pengemban dakwah bertahan?

c. Bidang kerja

Untuk bidang kerja tertentu seperti pendidik (dosen, guru, penyuluh, dlll), pekerja kesehatan (bidan, dokter, perawat, dll), akan lebih banyak kesempatan untuk survive dalam dakwah karena cukup selaras dengan bidang Dakwah. Namun untuk bidang seperti keuangan (bendahara, pajak, kasir, dll) banyak hal yang harus dihindari agar tidak terkena pada kemaksiatan mengingat banyak sekali aktivitas yang akan menjerumuskan seperti suap, riba, laporan fiktif, dll. Bidang hukum (hakim, jaksa, dll) bersentuhan langsung dengan kebijakan hukum selain Islam, pastilah sulit mengelak dari kemaksiatan. Bidang-bidang lain seperti pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan, kehutanan, linkungan hidup, perencanaan pembangunan, pekerjaan umum, pemerintahan, dll agak lebih sedikit kemungkinan maksiatnya untuk level staf biasa. Maka pengemban dakwah akan menghadapi tantangan luar biasa untuk level jabatan tinggi. Level staf biasa pun akan menghadapi tantangan yang tidak sedikit untuk menghindari maksiat paling tidak bagaimana menghindari perintah bos dalam melakukan kemasiatan semisal membuat dokumen perjalanan fiktif, dll. Walaupun demikian dengan gaji seadanya tanpa ada tambahan dari jalan yang subhat merupakan tantangan bagi Pengemban Dakwah untuk bersabar. Mampukah?

2. Bekerja di BUMN

Sedikit berbeda dengan sektor pemerintahan, para pekerja BUMN (Badan Usaha Milik Negara), umumnya memiliki penghasilan yang sedikit lebih baik dari pegawai pemerintahan. Sehingga tantangan untuk berbuat curang agak berkurang, walaupun bagi para penghalal segala cara ladang BUMN adalah lahan basah. Tentu tidak bagi pengemban dakwah.

Pengemban Dakwah yang bekerja sebagai pegawai BUMN pun tak akan lepas dari tantangan:
a. Waktu bekerja
Waktu Bekerja pegawai BUMN lebih padat dibanding pegawai negeri. Untuk waktu standar bekerja saja sulit meluangkan waktu untuk berdakwah keluar dari kantor pada siang hari. Apalagi bagi pemegang jabatan tertentu, waktunya akan lebih banyak tersita untuk pekerjaan.

b. Jabatan

Tidak jauh berbeda dengan pegawai pemerintahan. Semakin tinggi jabatan maka akan semakin banyak kemungkinan maksiat yang terjadi. Pekerjaannya tidak lepas dari: mark up, laporan fiktif, ikhtilat, berbohong, menyembunyikan kebenaran, KKN, menjilat, mencari muka, bermuka dua, dll. Para pejabat BUMN akan dapat bertahan lama bila dapat menyenangkan bos dan pandai menyetor. Sulit bagi pengemban dakwah untuk bertahan. Pengorbanan banyak hal.

c. Bidang Kerja

Bidang kerja BUMN pun bervariasi, untuk bidang kerja tertentu seperti keuangan (bendahara, perbankan, kasir, bea-cukai, dll) penuh dengan kemungkinan maksiat karena banyak sekali aktivitas yang dapat menjerumuskan seperti suap, riba, laporan fiktif, dll. Bidang-bidang lain seperti pertanian, perikanan, perkebunan, pertambangan, transportasi, dll kemungkinan maksiatnya walaupun lebih sedikit dibandingkan dengan yang sebelumnya namun juga riskan bagi pengemban Dakwah. Bagi pengemban dakwah posisi staf biasa non jabatan akan lebih leluasa memilih langkah. Namun bila memegang jabatan maka tantangan pengorbanan perasaan akan terasa berat. Pengemban Dakwah harus banyak bersabar untuk tidak tergoda.

3. Bekerja di Perusahaan Swasta (PMA / PMDN)

Bekerja pada perusahaan swasta, tantangan yang dihadapi cukup komplek dan tidak kalah berat untuk dihadapi oleh pengemban dakwah. Waktu yang digunakan untuk bekerja akan lebih lama dibandingkan dengan pegawai pemerintah maupun BUMN. Sehingga waktu untuk berdakwah akan lebih sedikit. Berdakwah disela-sela waktu kosong sangat terbatas. Konsentrasi kerja akan menyita lebih banyak pemikiran dan sulit meluangkan pikiran untuk berdakwah. Semakin Tinggi jabatan maka waktu kerja juga akan semakin bertambah, beban kerja akan semakin berat, pikiran seluruhnya tertuang untuk mencapai target kerja. Kami mengistilahkan bahwa diri sesorang telah dibeli oleh kapitalis untuk mencapai kerakusannya. “Anda saya beli dengan gaji besar, tunjangan besar, kemewahan, dll namun anda hanya boleh memikirkan bagaimana agar perusahaan berkembang pesat dan anda tidak perlu memikirkan yang lain termasuk Dakwah”. Hal ini sesuai dengan arahan teori kelangkaan bahwa ‘keinginan orang tidak terbatas namun alat pemuas yang ada sangat terbatas’, sehingga dengan rakusnya untuk mengambil apa saja. Pemikirannya bukanlah cukup atau tidak tapi tumbuh atau tidak, bila bulan ini untung 1000 maka bulan depan harus untung lebih dari 1000. Bila bulan yang akan datang untung tetap seribu berarti tidak ada prestasi karena tidak ada pertumbuhan (qrowth).

Untuk mencapai keuntungan besar perusahaan maka harus disupport oleh segala lini yang ada dalam perusahaan. Umumnya prinsip kapitalis adalah ‘by all means’ (dengan segala cara), halal atau haram bukan hal yang diperrtimbangkan. Akhirnya seluruh lini kerja akan terkontaminasi dengan kemaksiatan.

Budaya kapitalis pasti akan bersentuhan dengan siapa saja yang bekerja padanya. Paling minimal bagi para karyawan akan menghadapi prilaku ikhtilat dari pegawai yang campu baur. Bahkan untuk para pemegang jabatan akan lebih banyak lagi kemaksiatan yang mungkin dihadapi, diantaranya adalah mencari muka, berdusta, pergaulan bebas, mark up, suap, ribawi, bermuka seribu, pesta-pesta, dll. Tentulah sulit bagi pengemban dakwah untuk survive. Butuh pengorbanan dan kerja keras yang luar biasa untuk dapat bertahan dari godaan maksiat. Sangat sedikit yang mampu bertahan. Gugur dalam medan dakwah atau gugur dari pengaruh kapitalis. Pilihan ada pada kita.

4. Bekerja Mandiri

Bekerja mandiri mungkin salah satu alternatif dari sekian pilihan yang dapat diambil untuk keluar dari lingkaran kapitalis yang penuh maksiat. Namun demikian bagi pengemban dakwah bukan berarti tidak ada tantangan. Setidaknya untuk awal perintisannya telah mengorbankan waktu yang banyak yang akan menyita konsentrasi dakwah. Itu bila usaha mandiri akan berkembang cepat.

Tantangan lain yang dihadapi adalah diperlukan modal untuk pendiriannya. Bila permodalan cukup maka langkah pertama dapat diatasi dengan baik. Bila kurang modal maka akan terseok-seok dan berpengaruh bagi perkembangan usaha. Alternatif pencarian modal juga tantangan tersendiri untuk memilih sumber yang syar’i.

Bila usaha telah berjalan maka tidak sedikit tantangan yang dihadapi yang memungkinkan jalan yang ditempuh tidak syar’i seperti pengembangan jaringan kerja yang bersentuhan dengan suap, proses negosiasi yang menyalahi islam, transaksi yang tidak islami, pertambahan keuntungan yang ribawi, lingkungan kerja yang campur baur, dll. Hal ini merupakan konsekwensi dari sistem kapitalis yang telah berurat berakar.
Kami menyimpulkan bahwa didalam sistem yang tidak ideal akan sulit menemukan subsistem yang ideal.

Tantangan bagi pengemban dakwah adalah bagaimana dapat mensinergikan dakwah dengan memenuhi nafkah keluarga.

IV. Beberapa Renungan

Menafkahi keluarga adalah wajib. Berdakwah juga wajib. Seorang muslim wajib melaksanakan seluruh kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah. Meninggalkan salah satunya berarti bermaksiat kepada Allah.

Allah telah menetapkan kadar rezeki bagi tiap-tiap orang berdasarkan firman Nya:

“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS Al Ankabut 60).

Allah telah menetapkan rezeki bagi setiap orang sejak 4 bulan berada dalam rahim ibunya seperti sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra
’Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu: menentukan rezekinya, ajalnya, amalnya serta apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia’

Allah juga berfirman:

“dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Attaubah 71)

Semoga kita dapat memilih petunjuk Allah dalam menghadapi tantangan kehidupan yang dilandasi prinsip hidup kapitalisme dan bekerja keras menggantinya dengan sistem Islam. Dakwah sebagai poros hidup adalah impian bagi pengemban dakwah yang ikhlas. Maka kita berdoa agar Allah memberikan pekerjaan untuk menafkahi keluarga yang selaras dengan roda dakwah. Amin.

Wallahu’alam
Budianto Haris (dipresentasikan bulan Juli 2010)

Sabtu, 13 Februari 2010

Bukti Baru Lumpur di Sidoarjo Akibat Tangan Manusia


Bukti Baru Lumpur di Sidoarjo Akibat Tangan Manusia

Menyalahkan alam kerap dilakukan manusia ketika terjadi bencana. Diperlukan kejujuran, untuk mengakui bencana lumpur Lapindo akibat ulah tangan manusia

Hidayatullah.com--Banyak orang yakin bahwa bencana lumpur Lapindo di Sidoarjo adalah karena ulah manusia, bukan bencana alam. Bukti baru yang ditemukan mendukung pendapat tersebut.

Lumpur Lapindo sebagaimana diamati penduduk setempat, muncul pertama kali tanggal 29 Mei 2006 pada pukul 5 pagi. Jaraknya sekitar 500 kaki dari lubang eksplorasi gas PT. Lapindo Brantas. Sejak itu 100.000 ton lumpur panas telah dikeluarkan dari perut bumi, jumlah yang cukup untuk memenuhi 60 kolam renang standar olimpiade, dan hingga kini terus mengalir. Bukti ilmiah menunjukkan, ulah manusia adalah penyebab keluarnya lumpur panas tersebut.

"Bencana itu disebabkan karena penarikan tali bor dan mata bor keluar dari lubang, ketika lubang tidak dalam keadaan stabil," kata Richard Davies, Direktur Durham Energy Institute dan penulis sebuah karya ilmiah di jurnal Marine and Petroleum Geology, dalam sebuah rilis pers. "(Hal tersebut) memicu 'tendangan' besar pada sumur, di mana di sana ada sebuah arus besar air dan gas yang berasal dari jajaran bebatuan di sekitarnya yang tidak bisa dikendalikan."

Lumpur gunung berapi dalam tanah bisa keluar dengan dua cara. Retakan baru pada bebatuan yang menutupi kandungan lumpur bisa menjadi jalan keluar, jika lumpur mendapat tekanan. Atau lewat celah dan retakan yang terbentuk akibat terjadinya gempa.

Menurut Davies, hentakan yang berasal dari penarikan tali dan mata bor itulah yang menyebabkan bebatuan penutup lumpur menjadi retak, sehingga lumpur yang bertekanan itu pun memancar deras ke permukaan.

Tim peneliti Davies mengungkap bukti dari drilling log yang dilakukan oleh Lapindo Brantas. Perusahaan itu berupaya untuk menekan lumpur ke sumur-sumur pengeboran mereka guna menghentikan semburan.

"Upaya ini cukup berhasil, dan semburan lumpur panas perlahan berkurang," kata Davies.

"Fakta semburan menjadi berkurang, membuktikan bahwa lubang galian terhubung dengan gunung api (kawah), pada saat terjadi semburan," kata Davies kepada majalah online Wired (11/2).

Tulisan ilmiah yang disusun Davies dan kawan-kawan merupakan tanggapan atas sebuah artikel Lapindo Brantas yang dimuat pada jurnal yang sama. Pihak Lapindo mengklaim, peristiwa gempa bumi dua hari sebelumnya yang berjarak 175 mil dari pusat semburan lumpur, adalah penyebab terjadinya bencana tersebut.

Menurut pakar geologi Michael Manga, rekan Davies dari Universitas California, kebenaran hipotesa yang menyebut gempa bumi Yogya sebagai penyebab, kemungkinannya sangat kecil.

"Butuh kekuatan 1.000 kali lipat untuk menyebabkan semburan," kata Manga.

Gempa yang dimaksud adalah gempa berkekuatan 5,9 skala Richter (6,2 menurut US Geological Survey) yang mengguncang Yogyakarta pada 27 Mei 2006 pukul 05.55 WIB selama 57 detik.

Salah satu tulisan Manga mengenai kemungkinan terjadi semburan lumpur akibat gempa dikutip dalam tulisan Lapindo Brantas.

Namun Manga mencatat, berdasarkan contoh-contoh historis yang dimiliki ilmuwan, apa yang diklaim oleh Lapindo tidak mungkin terjadi. "Oleh karena itu saya menulis satu halaman tulisan ilmiah (tahun 2007) yang menyebutkan (gempa Yogja) tidak mungkin menjadi sebab semburan lumpur," katanya.

Ia mengatakan, beberapa tahun sebelum gempa Yogya ada gempa yang lebih besar dan jaraknya lebih dekat, tapi tidak menyebabkan lumpur menyembur.

Sebagian pakar mencapai kesimpulan yang sama dengan Davies dan kawan-kawan, sebagian lain masih ragu.

Octavian Catuneanu, editor jurnal yang memuat tulisan Davies dan Lapindo, yang juga pakar geologi di Universitas Alberta mengatakan, "Dalam geologi, adakalanya (yang penting) bukan soal benar atau salah, tapi soal masuk akal atau tidak masuk akal."

"Lucunya, terkadang sekumpulan data yang sama bisa diinterpretasikan oleh orang berbeda dengan cara yang berbeda, ini yang menyebabkan terjadinya argumentasi dan kontroversi," kata Catuneanu.

Manga yakin para ahli geologi di Lapindo tidak mungkin menulis sesuatu yang bertentangan dengan kepentingan perusahaan. Terlebih bila dinyatakan semburan lumpur adalah akibat kesalahan manusia, maka perusahaan keluarga Bakrie itu harus menanggung ganti rugi yang sangat besar jumlahnya. "Perusahaan pengeboran itu tidak bisa mengatakan hal yang berbeda, bukan?" kata Manga.

Hingga berita itu ditulis Wired (11/2), mereka belum berhasil menghubungi Lapindo Brantas untuk dimintai komentar. [di/wired/www.hidayatullah.com]

Memoar Tahanan Politik Palestina

Memoar Seorang Tahanan Politik Aktivis Hizbut Tahrir Bernama Muhammad Yang Baru Berumur 16 Tahun

Berikut ini adalah peristiwa yang menimpa saya selama berada dalam penjara Otoritas yang zalim dan biadab:

Setelah menyebarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir berjudul, “Otorita Palestina Yang Tunduk Kepada Yahudi Menculik Dan Mengadili Para Aktivis Hizbut Tahrir“, pada hari Sabtu, 23/1/2010, saya pulang ke rumah. Dan sebelum saya sampai, aparat keamanan Abbas sudah sampai duluan di rumah. Mereka menyerahkan pemberitahuan kepada ayah saya. Surat pemberitahuan itu berisi, “Anda harus datang ke kantor investigasi kota“. Namun saya tidak menghiraukannya, dan saya pun tidak memenuhi permintaan mereka.

Dua hari kemudian, tepatnya pada hari Senin, 25\1\2010 datang ke rumah saya pasukan militer untuk menangkap saya. Sementara kemarahan tampak sekali pada diri mereka. Secara kebetulan, salah satu dari mereka ini terjatuh pada saat pengepungan rumah, dan pada saat itu pula, pemimpin mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka datang untuk menangkap saya.

Ketika itu saya tidak dalam kondisi siap, saya tidak mengenakan pakaian selain pakaian biasa, dan saya tidak memakai sepatu. Lalu, saya meminta kepada mereka untuk memakai sepatu dulu. Namun, anggota pasukan yang pada marah itu, menolak permintaan saya, bahka mereka menyeret saya ke mobil. Melihat perlakuan biadab mereka ini, maka saya mulai menghardik mereka, dan menyebutnya dengan kata-kata yang memang pantas untuk kebiadaban mereka. Mereka semakin memukuli saya, dan saya pun semakin keras menghardik merekak.

Dan, kemudian mereka memasukkan saya ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, mereka tidak henti-hentinya memukili saya, dengan tangan, kaki, dan gagang senapan mereka. Karena terlalu sakit, maka saya pun menjerit, “Cukuplah Allah bagi saya, dan Dia sebaik-baik wakil dalam melawan kalian,” “Cukuplah Allah bagi saya dalam melawan setiap orang zalim, dan mereka yang murtad.” Namun mereka semakin marah dan jengkel, serta pukulan mereka semakin keras, sehingga mereka mendaratkan gagang senjatanya ke kepala saya, punggung saya, kedua kaki saya, dan kedua tangan saya.

Kemudian mereka membawa saya masuk ke dalam markas keamanan mereka. Saya dipertemukan dengan Direktur Pusat. Dan kemarahannya terlihat jelas di wajahnya. Ia langsung menyemprot saya dengan pertanyaan, “Mengapa Anda tidak segera datang, padahal telah sampai pemberitahuan kepada Anda mengenai keharusan Anda datang di markas ini?Apakah Anda hendak meremehkan Otoritas?” Saya tidak menjawabnya. Kemudian ia mulai menanyakan saya dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

“Apakah Anda mengakui Otoritas?”

“Saya tidak akan pernah mengakui legitimasi Otoritas selamanya!” Ia pun semakin marah pada saya.

“Apakah Anda menyebarkan nasyrah atau publikasi?”

“Saya tidak menyebarkan, dan seandainya Anda memberi saya kesempatan, niscaya saya sebarkan. Namun, sayang sekali Anda tidak memberi kesempatan itu pada saya!”

“Siapa yang memberi Anda nasyrah atau publikasi itu?”

“Tidak seorang pun yang memberi nasyrah atau publikasi itu kepada aya.”

Kemuadian, ia kembali lagi ke pertanyaan semula.

“Mengapa Anda tidak mengakui legitimasi Otoritas?”

“Karena Otoritas ini dibentuk berdasarkan kesepakatan Oslo, sementara kesepakatan Oslo batal demi hukum (menurut syariah Islam). Sebab, berdasarkan kesepakatan itu, justru Otoritas telah menyerahkan Palestina kepada Yahudi, dan ini merupakan perbuatan haram. Sehingga setiap yang dibangun di atas sesuatu yang haram, maka ia juga haram, dan tidak sesuai syariah (ilegal). Oleh karena itu, bagaimana mungkin saya mengakui legitimasi sesuatu, sementara Allah tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang sah, dan bagaimana mungkin saya menentang perintah Allah.”

“Kemudian lihatlah tindakan Otoritas Anda, yang melakukan koordinasi keamanan dengan Yahudi; mengejar setiap orang yang ikhlas; sementara kondisi Anda sekarang justru Anda lebin mengutakana berdamai dengan Yahudi dan menjaga keamanannya, dari pada memerangi negara Yahudi, menendangnya, dan mencabut pemukiman dari akarnya, bahkan Anda menerima pembekuan pembangunannya hanya untuk sementara saja; lalu Anda mengabaikan pengembalian para pengungsi ke rumah mereka, bahkan Anda menjadikannya hanya hak untuk kembali, yang bisa saja diganti dengan kompensasi; dan setelah Anda menembaki (memerangi) Yahudi, justru Anda sekarang menandatangani perjanjian di mana Anda melarang setiap orang menembaki (memerangi) Yahudi, bahkan tidak hanya melarangnya tetapi juga menangkapnya, memenjaranya, dan tidak jarang hingga Anda membunuhnya. Kemudian, Anda menginginkan saya mengakui legitimasi semua ini, bodoh benar!!”

Ia semakin marah bahkan hingga batas yang tidak wajar. Ia tidak lagi menanggapi argumen dengan argumen, sebaliknya ia menghardik dan berteriak dengan mengeluarkat kata-kata kotor, menghina dan mencaci Hizbut Tahrir, para aktivisnya, dan amirnya. Sehingga saya tidak lagi menemukan kata-kata yang lebih buruk untuk menanggapinya.

Tidak lama kemudian, ia memanggil para algojonya. Mereka mendudukkan saya di atas kursi. Dan ia pun kembali menampari saya beberapa kali. Sementara para algojonya menjadikan tangan saya di belakang kursi, dan menariknya dengan kuat, hingga saya merasa bahwa tangan saya hampir patah. Ia berteriak, “Apakah Anda mengakui legitimasi Otoritas?” Saya juga berteriak, “Tidak! Saya tidak akan pernah mengakuinya!” Kemudian saya katakan kepadanya, “Bagaimanapun usaha Anda mengintimidasi saya dan memukuli saya, semua sia-sia saja. Sebab, saya tidak akan pernah mengakui legitimasi Otoritas, dan tidak akan pernah keluar dari Hizbut Tahrir, yang merupakan denyut nadi darah saya, bahkan seandainya Anda memotong pembuluh darah saya, niscaya Anda akan melihat darah murni Hizbut Tahrir yang mengalir, dan sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak akan pernah keluar dari Hizbut Tahrir, sebab Hizbut Tahrir ada di atas kebenaran, sementara Anda ada di atas kebatilan dan kesesatan, pemikirannya benar dan metodenya sesuai syariah.”

Kemudian pemukulan berhenti, dan saya pun diseret ke ruang investigasi, yang tampak tenang. Lalu, diajukan kepada saya beberapa pertanyaan, tentang nama saya, umur saya, alamat rumah saya, apa yang saya lakukan, dan apakah saya aktivis Hizbut Tahrir atau bukan. Saya menjawab semua pertanyaan itu. Kemudian, ia bertanya tentang penyebaran nasyrah (publikasi). Saya jawab, “Saya tidak melakukan, seandainya Anda memberi saya kesempatan, niscaya saya lakukan.” Kemudian, ia bertanya pada saya tentang siapa yang memberikan nasyrah (publikasi) itu pada saya. Saya tidak menjawab apa yang ia tanyakan.

Setelah selesai investigasi itu, kemudian saya dimasukkan ke dalam ruang tahanan. Dan pada akhir malam, Direktur Pusat datang ke ruang tahanan didampingi pasukan pengawal untuk menanyakan tentang pengakuan saya atas legitimasi Otoritas. Namun jawaban saya tidak berubah. Kemudian, ia bertanya pada saya, “Apakah Anda yakin dengan apa yang ada dalam nasyrah (publikasi) itu?” Saya mengatakan kepadanya, “Saya sangat yakin seyakin-yakinya, bahkan saya meyakinkan setiap hurup sekalipun yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir sejak 1953. Sehingga bagaimanapun usaha Anda pada saya, dan Anda menyiksa saya, maka Anda sama sekali tidak akan pernah mampu menggoyah dan mengalahkan keyakinan saya.” Mendengar itu, wajahnya tampak merah dan sangat marah. Kemudia, ia dan para pengawalnya memukuli saya berkali-kali dengan keras.

Dan pagi harinya, mereka memindah saya ke Markas Besar Investigasi di kota al-Kholil (Hebron). Ketika kami sampai di sana, saya meminta untuk dibawa ke tempat layanan medis. Dan sayapun benar-benar pergi ke sana. Sehingga saya berhasil bertemu ibu saya yang sedang sakit untuk meyakinkannya bahwa saya baik-baik saja. Kemudian saya berkata kepadanya, “Jangan pernah datang ke sini lagi, dan menemui seseorang di antara bajingan-bajingan di sini. Saya baik-baik saja, dan jangan khawatir tentang keadaan saya.”

Kemudian, saya dimasukkan ke ruang investigasi, lalu ia bertanya kepada saya:

“Siapa yang memberi Anda publikasi-publikasi itu? Dimana Anda menyebarkannya, dan berapa jumlahnya? Apakah Anda yakin dengannya? Mengapa Anda mencaci kami?”

Saya menjawab tidak seperti yang ia inginkan. “Saya tidak menyebarkan apa-apa. Dan Anda tidak memberi saya kesempatan untuk menyebarkannya. Sekiranya Anda memberi saya kesempatan untuk menyebarkannya, tentu saya melakukannya. Dan saya sangat yakin seyakin-yakinnya dengan isi publikasi itu; dan jumlahnya 6. Oleh katena itu, kami katakan apa yang dapat kami katakan terkait Otoritas bahwa Otoritas ini begitu rendah dan hinanya di mata kaum kafir pendudukan, mengingat satu jeeb saja di antara jeeb-jeeb Yahudi telah membuat Anda bersembunyi di markas Anda. Dan inilah faktanya, baik Anda akui atau tidak.”

Lalu, ia berkata kepada saya bahwa teman Anda, Abdullah telah mengakui tentang Anda. Ia berkata bahwa ia yang telah memberikan Anda nasyrah (publikasi) itu. Saya katakan bahwa perkataan itu sama sekali tidak benar. Dan seandainya Abdullah mengakui sekalipun, maka Anda tidak akan bisa membuat saya mengakui tentang seorang pun. Bahkan sekalipun Abdullah datang dan berkata, “Saya yang memberi Anda nasyrah (publikasi) itu”, maka saya tetap tidak akan mengakui tentang seorang pun. Untuk itu, pertemukan saya dengan teman saya supaya kita tahu siapa yang dusta. Kemudian mereka menghadirkan teman saya, dan mereka berusaha menyakinkan di anrara kita. Dimana saya melihatnya bahwa mereka berkata kepada teman saya bahwa saya telah mengakui tentang dia. Namun, justru aebuah kebenaran yang tampak ketika kami dipertemukan. Posisi mereka sungguh tersudut dan memalukan, sebab teman saya justru berkata kepada mereka, “Bahwa Anda benar-benar kaum pendusta.”

Kemudian, ia meminta saya untuk menandatangani sebuah perjanjian, namun saya menolak. Pada saat itu, ada beberapa paman saya yang datang mengunjungi saya, dan menyakinkan saya. Tampaknya mereka telah menerima sebagian dari kezaliman, yang disampaikan kepada mereka, bahwa mereka akan membebaskan saya jika saya telah menandatangani perjanjian.

Ketika pertemuan berlangsung, maka paman-paman saya berkata kepada saya, “Wahai keponakan, ingat ibumu sedang sakit karena keberadaanmu di penjara, maka janganlah kamu menambah beban dan penderitaannya. Kamu tinggal menandatangani perjanjian ini, dan pergi bersama kami.” Saya berkata kepada mereka, “Janganlah kalian menekan saya, sebab ibu saya baik-baik saja. Saya ingin kalian mendukung dan meneguhkan sikap saya, dari pada kalian menekan saya. Sungguh! Saya tidak berharap sikap seperti ini datang dari kalian! Dan ingat! Selamanya saya tidak akan pernah menandatanganinya, sekalipun saya sampai busuk di dalam penjara.” Salah seorang paman saya berkata, “Jika ini yang kamu inginkan, maka bertawakkallah pada Allah, niscaya Allah pasti melindungimu.”

Kemudian, setelah sehari, saya dipindahkan ke penjara remaja. Dan di penjara ini saya tinggal selama dua hari tanpa dilakukan investigasi apa pun, kecuali suatu usaha pada hari terakhir yang dilakukan oleh direktur penjara remaja untuk meyakinkan saya agar menandatangani sebuah perjanjian hingga akhir cerita. Namun, semuanya tidak ada yang berhasil menyakinkan saya.

Dua hari kemudian, saya dipindahkan ke Jaksa Militer di pusat kota. Dan saya tinggal bersama mereka selama tiga hari. Mereka menginvestigasi saya lebih dari sekali dan dengan pertanyaan yang sama. Salah satunya adalah pertemuan dengan Jaksa (Penuntut Umum) Militer. Di mana ia menanyakan beberapa pertanyaan kepada saya, seperti pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Namun, ia berbeda dari yang lain, sebab ia begitu tenang, sampai ia bertanya pada saya tentang sejauh mana keyakinan saya terhadap Hizbut Tahrir yang saya menjadi anggotanya. Saya menjawab bahwa saya terlah bergabung dan menjadi anggota partai yang agung, pemikirannya jelas, metodenya dikenal dan sesuai syariah; Hizbut Tahrir mengemban kebaikan Islam untuk semua manusia; Hizbut Tahrir bekerja dengan sekuat tenaga dan tekad yang kuat untuk menyelamatkan manusia dari kesengsaraan; dan suatu hari nanti Hizbut Tahrir yang agung ini juga akan menjadi penyelamat bagi Anda dari kehinaan yang Anda buat sendiri. Mendengar itu, ia pun sangat marah. Dan ia mulai mencaci Hizbut Tahrir, amirnya, dan para aktivisnya. Sikapnya itu telah membakar kemarahan saya, maka saya membalasnya melebihi apa yang ia katakan. Ia semakin marah, bahkan ia mengancam kelanjutan pendidikan saya dan masa depan saya. Kemudian, ia memerintahkan penjara 15 hari bagi saya. Dan kemudian mereka membawa saya kembali ke penjara.

Kemudian mereka kembali membawa saya kepadanya. Ia mulai bersumpah dan mengancam hingga saya menandatangani perjanjian. Namun, saya tidak menanggapinya dan tidak mempedulikannya. Kemudian ia berkata, “Sungguh, saya akan memaksa Anda untuk menandatanganinya.” Saya tetap tidak mempedulikannya. Kemudian, ia memanggil 6 orang pengawalnya. Ia meminta mereka untuk mendudukkan saya di atas kursi, yang 4 orang memegang tangan kiri saya dan menariknya ke belakang punggung saya, sementara yang 2 orang berusaha menaruh pena di tangan saya, namun saya melawan dan menggenggam tangan saya erat-erat hingga pena tidak dapat masuk. Dan Alhamdulillah, mereka tidak berhasil.

Selanjutnya, datang Wakil Jaksa (Penuntut Umum), dan membawa saya ke dalam ruang yang lain. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia tidak setuju dengan metode kekerasan yang digunakan terhadap saya untuk memaksa saya menandatangani perjanjian. Ia mulai berbicara dengan kata-kata yang manis dalam upaya untuk meyakinkan saya agar mau bertanndatangan, seperti perkataannya, “Ini bukan apa-apa, ini hanya sekedar kertas yang tidak penting.” Ia menyodorkan kertas kepada saya agar saya menandatanganinya. Saya membacanya, dan saya berkata, “Saya tidak akan pernah bertandatangan.” Kemudian, ia menyodorkan kertas lain, dengan cara lain, lalu saya katakan, “Saya tidak akan pernah bertandatangan.” Kemudian, ia berkata kepada saya, “Bertandatanganlah di atas kertas putih ini!” Saya berkata, “Subhanallah! Saya tidak mungkin menandatangani sesuatu yang tidak jelas?”

Kemudian ia menyodorkan kertas putih kepada saya, dan berkata, “Tulislah apa yang Anda inginkan, lalu tandatanganinya.” Saya merobek kertas itu. Kemudian, ia memberi saya kertas lain, dan berkata kepada saya, “Berpikirlah! Tulislah apa yang Anda inginkan, lalu tandatanganinya.” Saya pun berpikir. Lalu saya menulis di atas kertas itu teks berikut ini:

“Saya yang bertanda tangan di bawah ini, fulan bin fulan, dari kota ini, tinggal di tempat ini, diantara syabab (aktivis) Hizbut Tahrir, dimana saya begitu bangga dapat bergabung dengannya. Saya memutuskan bahwa saya akan tetap bergabung dengan Hizbut Tahrir, melakukan dakwah kepada kebaikan (Islam), amar makruf nahi mungkar, melakukan perjuangan politik, serangan pemikiran, serta akan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan Hizbut Tahrir dan aktivitasnya, seperti masirah (unjuk rasa), dan sebagainya.” Dan kemudian saya menandatanganinya.

Ia memperhatikannya, kemudian ia tampak mengahapus beberapa hal yang aku tidak tahu maksud dari tindakannya.

Kemudian setelah itu baru ia memerintahkan untuk melepaskan saya. Mereka membawa saya ke sebuah kota yang saya tidak mengenali jalannya. Saya tidak tahu bagaimana saya pergi dan ke mana saya harus pergi. Sementara, saya tidak ada uang sama sekali untuk ongkos naik kendaraan untuk pulang kembali ke kota saya. Sehingga akhirnya Allah mengirim orang baik kepada saya untuk membantu saya pulang kembali ke rumah saya.

Inilah apa yang terjadi pada saya. Dan hanya kepada Allah, saya memohon pahala, ampunan, kesehatan, dan kekuatan.

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 10/2/2010.

Minggu, 24 Januari 2010

Renungan Hidup

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, kita masih diberi begitu banyak kenikmatan dalam hidup ini. Bila kita berkaca pada sekeliling kita, ternyata nikmat Allah luar biasa diberikan pada hidup kita. Hidup yang sebentar ini saja berjuta nikmat yang kita rasakan. Bagaimana pula hidup yang abadi di syurga Allah? Pastilah sangat luar biasa.

Setiap orang yang meyakini akan adanya syurga setelah kematian tentulah berharap akan menjadi penghuninya. Memang seharusnyalah kita berharap akan dikumpulkan oleh pemilik kenikmatan, Allah Swt, ke dalam syurga yang kenikmatannya tiada tara. Kenikmatan dunia ini hanya sementara. Manusia dibatasi oleh umur. Setiap orang pasti mati. Kekayaan yang kita miliki berapapun jumlahnya, ilmu yang kita miliki sebanyak apapun untuk menciptakan kenikmatan sangatlah terbatas. Bila ajal telah tiba, maka tak ada pilihan bagi kita kecuali harus kembali kekampung halaman kita yang sejati. Akhirat.

Rasulullah bersabda dalam hadis bukhaari: kun fi dunya kaannakum ghoribun au ahlu sabil "hiduplah di dunia ini seakan akan orang asing atau sekedar lewat"

Makna hadits diatas luar biasa dalamnya.